S U G E N G R A W U H

Selamat Datang Di Halaman Kami

Monggo

Senin, 08 Juni 2009

Ilmu Hadits

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Hadits dla'if ialah hadits yang tingkatannya kurang dari tingkatan hadits hasan. Hadits ini bermacam-macam tingkatan kelemahannya. Hadits dla'if tidak dapat menjadi hujjah di dalam menetapkan hukum. Imam Nawawi berkata, para ulama berpendapat hadits dla'if itu bisa digunakan untuk beramal apabila ia berisi keutamaan-keutamaan amalan. Asal untuk amalan tersebut sudah ada hadits yang lain yang shahih atau hasan yang menerangkan boleh beramal dengan amalan tersebut. Jadi dengan demikian, hadits yang dla'if ini hanya mengikuti saja kepada hadits yang shahih yang telah ada.

Termasuk di dalam pengertian hadits dla'if ialah hadits mursal, munqathi', mu'dhal, mu'allaq dan ma'lul/mu’allal. Apabila sebab kecacatan pada perawi itu adalah wahm (keraguan),maka haditsnya dinamakan mu’allal.

B. Rumusan Masalah

Pada kesempatan kali ini kelompok kami akan mencoba sedikit menguraikan tentang Hadits Mu’allal.

BAB II

Pembahasan

A. Devinisi Hadits Mu’allal

Secara bahasa mu’allal adalah isim maf’ul dari kata “ أعلّه بكذا فهو مُعَلٌّ , ini adalah qiyas yang telah masyhur dan termasuk lughah fasihah dalam ilmu shorof , akan tetapi ungkapan المعلّل yang dipakai oleh ulama’ hadits tidak sesuai dengan pemakaian yang masyhur dalam bahasa.[1] Sebagian ulama’ hadits memakai redaksi “المعلول” akan tetapi ini dha’if menurut ahli bahasa.[2]

Menurut istilah ulama’ muhadditsin hadits mu’allal adalah yang didalamnya diketahui sebuah ‘illat yang bisa berpengaruh terhadap status ke-Shahih-an sebuah hadits, meskipun terlihat aman/selamat dari ‘illat tersebut secara dhahir.

Yang dimaksud ‘illat disini ialah sebab yang abstrak / samar yang bisa menyacatkan ke-shahih-an hadits. Dari ta’rif ini bisa kita ketahui bahwa masalah ‘illat menurut ulama’ harus memenuhi dua kriteria :

1. Abstrak/samar.

2. Bisa menyacatkan ke-shahih-an hadits.

apabila hanya ditemukan satu kriteria saja seperti misalnya ‘illat tersebut jelas/tampak maka belum bisa dikategorikan ‘illat secara ishtilah.

B. Penggunaan kata ‘illat pada selain istilah muhadditsin.

Pengertian ‘illat diatas ialah menurut rumusan ulama’ muhadditisin, akan tetapi kata ‘illat terkadang juga dipakai untuk setiap cacat yang ada dalam hadits, baik i’llat yang tidak samar ataupun ‘illat yang tidak sampai menyacatkan ke-shahih-an hadits. Contoh dari ‘illat yang jelas/tampak ialah seperti bohongnya seorang rawi, atau sifat pelupa dan hafalan yang buruk dari rawi. [3] dan contoh dari ‘illat yang ghoiru qadihin ialah seperti seorang rawi tsiqah yang memursalkan hadits mausul dan yang lain-lain. Berangkat dari pemakaian ‘illat ini sebagaian ulama’ mengatakan bahwa sebagian hadits yang sohih ada yang sahihun mu’allaun (hadits sahih yang cacat). Dr. Mahmud at Thahan dalam taisir musthalah hadits mengatakan bahwa mengetahui ‘illat-‘illat hadits merupakan salah satu bagian dari ilmu hadits yang paling sulit dan paling rumit. Tidak akan mampu mendalaminya kecuali orang yang sudah ahli dalam ilmu hadits, hanya ulama’ yang sudah tabahhur dan mamiliki pemahaman yang dalam saja yang mampu mengetahuinya seperti Imam Ibnu Al Madani, Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Abi Hatim serta Imam Daruquthni, radliallahu anhum.

C. Ciri untuk mengetahui ‘illat

Untuk mengetahui ‘illat hadits kita bisa melihat 3 (tiga) ciri berikut ini :

o Tafarrud al rawi (kesendirian rawi)

o Mukhalafatu ghoirihi lahu (perbedaan rawi-rawi yang lain darinya)

o Qarinah-qarinah yang bisa mengarahkan kepada dua hal diatas

Tiga ciri diatas bisa bisa mendasari kita untuk mengkritisi seorang rawi hadits, bisa dengan cara meneliti olehnya memursalkan hadits yang telah ia riwayatkan secara maushul, ataupun olehnya memauqufkan hadits yang telah ia riwayatkan secara marfu’ ataupun prasangka-prasangka (wahm jmk auham) yang lain, sekiranya hal itu bisa dijadikan dasar untuk mengklaim ke-tidak absah-an hadits. [4]

D. Cara mengetahui hadits mu’allal

Jalan untuk mengetahui hadits mu’allal ialah dengan cara mengumpulkan seluruh rawi hadits dan memahami serta mendalami perbedaaan yang terjadi pada para rawi, kemudian mempertimbangkan ke-dhabit-an dan ke-kuat-annya, baru setelah itu kita bisa memkalim mana riwayat yang ma’lul.

E. Tempat terjadinya ‘illat

‘Illat kebanyakan terjadi pada sanad hadits seperti hadits berikut ;

منظومة مصباح الراوي في علم الحديث - (ج 1 / ص 71)

مثال وقوع العلة في الإسناد ما وقع من الخطأ في رواية حديث (البيِّعان بالخيار ما لم يتفرقا ...) فقد رواه يعلى بن عبيد عن الثوري عن عمرو بن دينار عن ابن عمر . والعلة في قوله عمرو بن دينار وإنما هو عن عبد الله بن دينار عُرف ذلك بعد تتبع طرق الحديث فإن الأئمة من أصحاب سفيان كأبي نعيم ومخلد بن يزيد والفريابي كلهم رووه كذلك فخالفهم يعلى وقال عمرو بن دينار فعرف أن الخطأ منه.233

Hadits ini diriwayatkan oleh ya’la bin ubaid dan al tsauri dari amru bin dinar dari ibnu umar , ‘illat hadits ini terletak pada perkataan ya’la yaitu amru bin dinar, yang sesungguhnya adalah Abdullah bin dinar. Hal ini diketahui setelah meneliti kondisi para rawi hadits (thuruq al hadits), setelah dilakukan penelitian ternyata para imam-imam yang murid sufyan tsauri seperti abu nu’aim, mukhalid bin yazid dan faryabi semuanya meriwayatkan dengan redaksi yang sama, yang berbeda hanya riwayat ya’la yang mengatakan amru bin dinar, dari sini bisa diketahui bahwa kesalahan (‘illat) terletak pada ya’la.

terkadang juga terjadi pada matan dan kasusnya sangat sedikit. Seperti hadits yang menerangkan basmalah dalam shalat.

Berikut teks hadits tersebut:

مقدمة ابن الصلاح - (ج 1 / ص 52(

ومثال العلة في المتن : ما انفرد ( مسلم ) بإخراجه في حديث أنس من اللفظ المصرح بنفي قراءة بسم الله الرحمن الرحيم فعلل قوم رواية اللفظ المذكور لما رأوا الأكثرين إنما قالوا فيه : فكانوا يستفتحون القراءة بالحمد لله رب العالمين من غير تعرض لذكر البسملة وهو الذي اتفق ( البخاري ومسلم ) على إخراجه في ( الصحيح ) و رأوا أن من رواه باللفظ المذكور رواه بالمعنى الذي وقع له . ففهم من قوله : كانوا يستفتحون بالحمد لله أنهم كانوا لا يبسملون فرواه على ما فهم وأخطأ لأن معناه أن السورة التي كانوا يفتتحون بها من السور هي الفاتحة وليس فيه تعرض لذكر التسمية .وانضم إلى ذلك أمور منها : أنه ثبت عن أنس : أنه سئل عن الافتتاح بالتسمية فذكر أنه لا يحفظ فيه شيئا عن رسول الله صلى الله عليه و سلم.

Artinya :

“contoh ‘illat pada matan adalah hadits yang diriwayatkan imam muslim dari anas yang menerangkan tentang tidak adanya bacaan bismillah. Kemudian para ulama’ meng-‘illati riwayat dengan redaksi hadits tersebut berdasarkan riwayat aktsarin”, :karena kebanyakan ulama’ dalam hadits ini mengatakan “para sahabat membuka qira’ah dengan bacaan alhamdulillahi rabbil ‘alamin , tanpa menjelaskan /menyebutkan basmalah” dan inilah yang disepakati oleh bukhari dan muslim dalam as shahih. Mereka berpendapat bahwa orang yang meriwayatkan dengan redaksi tersebut itu hanya meriwayatkan secara ma’na yang ada, dari pernyataan tadi bisa timbul pemahaman bahwasanya para shahabat pada waktu itu tidak membaca bismillah, padahal pemahaman seperti ini salah, karena ma’na hadits tersebut ialah bahwasanya surat-surat yang dijadikan pembukaan oleh para sahabat pada waktu itu ialah al fatihah yang tidak memasukkan bismilah didalamnya. ” dalam riwayat anas ra. Juga menyebutkakn bahwa beliau ditanya mengenai iftitah dengan basmalah, beliau menjawab bahwa beliau tidak mengetahui sesuatu dalam hal itu (tidak riwayat yang menggunakan basmalah) .

Muhimmah :

Cacat pada sanad terkadang juga berpengaruh terhadap matan, dan terkadang juga hanya menyacatkan matan saja tanpa mempengaruhi matan hadits.

seperti hadits (البيِّعان بالخيار ما لم يتفرقا ...)yang telah kami tampilkan di atas.

BAB III

Kesimpulan

Menurut istilah ulama’ muhadditsin hadits mu’allal adalah yang didalamnya diketahui sebuah ‘illat yang bisa berpengaruh terhadap status ke-Shahih-an sebuah hadits, meskipun terlihat aman/selamat dari ‘illat tersebut secara dhahir.

Yang dimaksud ‘illat disini ialah sebab yang abstrak / samar yang bisa menyacatkan ke-shahih-an hadits.

Kata ‘illat juga dipakai untuk selain hadits mu’allal, seperti ‘illat yang berupa kebohongan rawi, kelemahan dan buruknya hafalan seorang rawi hadits.

Untuk mengetahui ‘illat hadits kita bisa melihat 3 (tiga) ciri berikut ini :

o Tafarrud al rawi (kesendirian rawi)

o Mukhalafatu ghaoirihi lahu (perbedaan rawi-rawi yang lain dengannya)

o Qarinah-qarinah yang bisa mengarahkan kepada dua hal diatas

Daftar Pustaka :

1. Mahmud at Thahan, taisir musthalah hadits, dar al Fikr, Beirut, tt.

2. Ibnu al Shalah, al Muqaddimah, al Maktabah al Syamilah

3. Mandzumah al Misbah al Rawi, al Maktabah al Syamilah

4. Al Daruqutni, al Ilal, al Maktabah al Syamilah



[1] Karena المعلّل adalah isim maf’ul dari kata “علـله بمعنى ألهاه

[2] Mahmud at Thahan, taisir musthalah hadits, dar al Fikr, Beirut, tt, hlm. 83

[3] Mahmud at Thahan, taisir musthalah hadits, dar al Fikr, Beirut, tt, hlm. 84

[4] Ibnu al Shalah, al Muqaddimah, Juz.1, hlm.25